Jumat, 09 Maret 2012

Sentralisasi


Sentralisasi
Makalah Sofskill
Pendahuluan
Kami mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkanNya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sentralisasi ini.
Makalah ini merupakan wujud tanggung jawab kami dalam menyelesaikan tugas yang kami terima , makalah ini kami susun berdasarkan dari materi atau bahan-bahan yang kami dapat dari berbagai referensi.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya dan dapat diterima baik dan dapat dipahami oleh semua pembaca,meskipun sudah diusahakan semaksimal mungkin toh makalah ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar pada lain kesempatan kami dapat memperbaikinya.

Bagian Isi
SENTRALISASI
A.      Istilah dan Pengertian Sentralisasi
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik atau Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.
Dewasa ini, urusan- urusan yang bersifat sentral adalah :
1. Luar Negri
2. Peradilan
3. Hankam
4. Moneter dalam arti mencetak uang, menentukan nilai uang, dan sebagainya.
5. Pemerintahan Umum
B.      Kelemahan dari sistem sentralisasi adalah di mana seluruh keputusan dan kebijakan di daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diperlukan untuk memutuskan sesuatu menjadi lama. Kelebihan sistem ini adalah di mana pemerintah pusat tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat.
C.      Dampak Positif dan Negatif Sentralisasi
• Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
• Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
Sedangkan dampak negatif yang di timbulkan sistem ini adalah pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.

• Segi Keamanan dan Politik
   Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain.
Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut terhambat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang
dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan
yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah "melepaskan
diri sebesarnya dari pusat" bukan "membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah".
Karena takut dianggap tidak politically correct, banyak orang enggan membahas peran pusat dan daerah secara kritis. Kini sudah saatnya proses pembahasan
dibuka kembali dengan mempertimbangkan fakta-fakta secara lebih jujur
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses
satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua "sasi" itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Kedua, batas antara pusat dan daerah tidak selalu jelas. Kepentingan di daerah
bisa terbelah antara para elite penyelenggara negara dan masyarakat lokal.
Adalah mungkin pemerintah pusat memainkan peran menguatkan masyarakat lokal
dalam menghadapi kesewenangan kekuasaan. Ketiga, dalam suatu masyarakat yang
berubah, tanggung jawab pusat maupun daerah akan terus berubah pula.
Dalam penyelenggaraan negara selalu ada aspek dan definisi baru tentang peran
pusat dan daerah. Misalnya, globalisasi akan meningkatkan kembali campur tangan
pusat di daerah di sisi-sisi tertentu. Karena itu, desentralisasi dan
sentralisasi dapat terjadi bersamaan pada aspek-aspek berbeda.
Pusat mempunyai kecenderungan untuk mendorong sentralisasi karena berbagai
alasan. Untuk alasan "negatif" dapat disebut alasan seperti kontrol sumber daya
dan menjadikan daerah sebagai sapi perah. Namun, ada alasan-alasan yang dapat
bersifat "positif", seperti kestabilan politik dan ekonomi, menjaga batas
kesenjangan agar tidak terlalu buruk, dan mendorong program secara cepat.
Harus diingat, dalam banyak negara, termasuk Indonesia, pusat mempunyai sumber daya manajerial, kecakapan lebih banyak dalam berinteraksi secara global, dan
ada pada domain di mana pengaruh etik pembangunan yang diterima secara
internasional. Pemerintah pusat juga berada pada hot spot proses politik.
Adalah lebih mungkin terjadi situasi di mana pemerintah di bawah tekanan jika
kekuatan masyarakat sipil bersatu.
Bagaimana hal-hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif
tergantung pada situasinya. Pertama yang penting adalah legitimasi politik
pemerintah pusat. Secara sederhana, harus dibedakan antara legitimasi terhadap
para pemimpin di tingkat nasional dan legitimasi terhadap birokrasi. Pemerintah
pusat sering harus mengandalkan birokrasi untuk programnya terhadap daerah.
Kepopuleran individu selalu tidak bertahan lama dan dapat segera dirusak oleh
ketidakmampuan memperbaiki mutu birokrasi.
Di Indonesia, birokrasi yang sebenarnya memiliki kompetensi dan orientasi
lumayan pada awal reformasi kini mulai dibelokkan kekuatan politik partai dan
kelompok. Penyelenggara negara di tingkat pusat terdiri dari beberapa partai
politik. Kombinasi antara partai politik yang hampir seluruhnya punya masalah
akuntabilitas dan sistem politik representasi (oleh partai politik yang dapat
dikatakan sama di DPRD) yang tidak akuntabel di tingkat lokal membuat
masyarakat lokal tidak mudah memercayai "pusat". Jika ingin memperbaikinya,
pemerintah pusat harus mampu membuat standar akuntabilitas sendiri agar
mendapat dukungan masyarakat lokal.
Indonesia kini mulai mengalami apatisme terhadap desentralisasi. Situasi ini
bisa dimanfaatkan pemerintah pusat untuk melakukan perubahan di tingkat daerah.
Kasus Argentina dan Brasil yang bersifat federalis menunjukkan jatuhnya
legitimasi para elite politik lokal memberikan kesempatan kepada elite nasional
untuk melakukan resentralisasi di bidang ekonomi untuk bidang- bidang tertentu.
Kedua pemerintahan banyak menggunakan struktur internal (birokrasi) untuk
mengubah arah, tanpa terlalu banyak berurusan dengan struktur politik yang ada.
Kembali kepada persoalan awal, masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan
lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara negara saja. Pada akhirnya
kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat ini di banyak
wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga
kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian
tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak
daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal
dengan kepentingan sempit.

Pemerintah pusat seharusnya memperkuat elemen masyarakat untuk berhadapan
dengan kekuatan tadi. Sebagai contoh, KPU daerah diberi wewenang untuk
merekomendasikan penghentian pilkada, bukan melalui gubernur dan DPRD. Namun,
sebagai institusi KPU daerah harus diperkuat secara institusional dan
organisatoris. Meskipun pemerintah pusat mungkin tidak diharapkan untuk ikut
mendorong perubahan sistem politik yang ada sekarang, perbaikan penegakan hukum
di daerah-daerah sangat membantu kekuatan masyarakat pro perubahan.
Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan
daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai
alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu
pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah
daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan
lokal.
Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah representasi persoalan daerah di
tingkat pusat. Sekarang ini sistem perwakilan daerah yang ada baik di DPR
maupun asosiasi bersifat elitis. Tetap yang berlaku antara hubungan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Persoalan daerah harus ditangani oleh sesuatu
badan yang lebih independen dari kepentingan yang ada di pusat dan daerah.
Badan ini seharusnya mampu membahas apa peran pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang paling diperlukan untuk kesejahteraan daerah. Perlu dipikirkan
suatu badan yang otoritatif untuk membuat advokasi, rekomendasi kebijakan, dan
pemonitoran yang mewakili orang-orang kompeten baik unsur pemerintah pusat,
pemerintah daerah, maupun masyarakat

KESIMPULAN

Berdasaran uraian di atas, pengertian sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat dan pengertian desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Dampak-dampak yang di timbulkan oleh sentralisasi terbagi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif . Dampak-dampak tersebut dapat di rasakan oleh masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan keamanan dan politik yang kesemuanya itu berpengaruh dalam kehidupan bangsa Indonesia.

SUMBER DARI:
http://organisasi.org/definisi_pengertian_sentralisasi_dan_desentralisasi_ilmu_ekonomi_manajemen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar